Pengamat transportasi dari Instran (Institut Studi Transportasi), Darmaningtyas, menilai ada sejumlah kendala dan tantangan yang dihadapi dalam hal pengembangan kendaraan listrik di Indonesia. Tantangan dan kendala itu mulai dari terbatasnya ketersediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), hingga ketakutan masyarakat buat beralih ke kendaraan ramah lingkungan.
“Saat ini SPKLU masih terbatas, baik di dalam kota maupun antar kota. Di sisi lain, diperlukan waktu lama (4-6 jam) untuk pengisian daya listrik setiap kendaraan agar terisi penuh. Untuk itu SPKLU harus diperbanyak. Untuk kebutuhan perjalanan jarak jauh, SPKLU diharapkan mudah ditemukan di hotel-hotel, karena idealnya pengisian daya listrik dilakukan di hotel sambil istirahat. Jika SPKLU tersedia di rest area, itu kurang efektif, mengingat pengisian daya listrik memerlukan waktu lama, sementara waktu istirahat di rest area dibatasi antara 30-60 menit saja,” kata Tyas dalam keterangannya.
Saat ini pengguna mobil listrik yang masih terganjal dengan masalah ketersediaan SPKLU, maka bisa menyiapkan baterai cadangan. Sehingga tak harus mengisi daya di setiap SPKLU. Saat mesin baterai utama telah mendekati batas minimal, maka baterai cadangan itu akan mengisi otomatis, mirip seperti fungsi power bank untuk HP.
“Bila semua produsen kendaraan listrik menyediakan baterai cadangan seperti itu, maka kekhawatiran akan kehabisan daya listrik selama perjalanan bisa dihindarkan dan kendaraan listrik akan diterima penuh oleh masyarakat,” sambungnya.
Kendala kedua menurut Tyas adalah soal administrasi. Saat ini menurut penuturan komunitas pengguna motor listrik, masih sulit dan mahal mendapatkan STNK untuk motor listrik.
“Biaya untuk mendapatkan STNK motor listrik misalnya, mencapai Rp 3 juta. Ini tentu jumlah yang amat tinggi karena sudah bisa untuk membeli sepeda motor bekas. Oleh karena itu perlu ada deregulasi kebijakan di Samsat yang dapat mempermudah dan mempermurah perolehan STNK dan bayar pajak kendaraan listrik, minimal sama dengan kendaraan bermotor, syukur lebih murah sebagai bentuk insentif pada pengguna kendaraan listrik,” tambahnya.
Kendala dan tantangan ketiga adalah ketidakpahaman masyarakat mengenai keandalan dan keselamatan kendaraan listrik. Banyak masyarakat memiliki persepsi bahwa kendaraan listrik itu kurang andal untuk perjalanan jarak jauh dan kurang berkeselamatan. Sebab ada anggapan jika terjadi kecelakaan, akibatnya bisa jauh lebih fatal, karena penumpang yang ada di dalam kendaraan bisa kena setrum.
“Terkait dengan tingkat keselamatan di kendaraan listrik, kendaraan listrik itu cukup berkeselamatan, karena sudah dirancang bila terjadi tabrakan secara otomatis mesin akan mati, sehingga tidak memiliki daya setrum terhadap penumpang. Salah satu uji laboratorium kendaraan listrik adalah memasukkan baterai kendaraan listrik ke dalam kolam yang ada ikannya dan ternyata ikan-ikan di kolam tidak mati. Kalau kendaraan listrik itu menyetrum, tentu ikan-ikan dalam kolam mati. Tapi ternyata ikan-ikan tersebut tetap hidup. Uji laboratorium ini membuktikan bahwa keselamatan pengguna kendaraan listrik terjamin. Uji keselamatan juga dilakukan di daerah yang banjir, ternyata saat banjir dan sebagian bodi kendaraan terendam air, juga tidak menyetrum kepada penumpang yang ada di dalamnya,” tambah Tyas.
“Yang diperlukan sekarang adalah mengedukasi masyarakat bahwa naik kendaraan listrik itu berkeselamatan, tidak perlu takut akan kena setrum bila ada kecelakaan. Bila persepsi masyarakat mengenai keandalan dan keselamatan kendaraan listrik sudah berubah dari negatif ke positif, maka penerimaan masyarakat terhadap kendaraan listrik akan penuh, tidak ragu-ragu lagi. Sosialisasi bahwa kendaraan listrik itu andal dan berkeselamatan amat mendesak untuk dilakukan oleh semua pihak, termasuk pemerintah,” tukasnya.